.

Senin, 25 April 2016

SEJARAH BATIK TEGALAN


BATIK TEGALAN

 Gambar : bahankain.com

Sekilas Kata
Tidak terasa ternyata sudah 9 tahun saya tinggal di kabupaten Tegal. Tepatnya sejak bulan Maret 2007 hingga sekarang (2016) dan secara secara definitive sudah menjadi warga kabupaten Tegal. Hal inilah yang mungkin membuat saya semakin mencintai kultur dan budaya masyarakat kabupaten Tegal. Salah satu yang menjadi warisan budaya yang hingga saat ini masih eksis dan dilestarikan karena sebagai salah satu penopang kehidupan masyarakat adalah Batik Tegalan.  Selain sebagai penopang kehidupan masyarakat khususnya bagi pengrajin, sekarang batik menjadi sebuah life style dalam dunia fashion di tengah-tengah arus pertarungan globalisasi. Dulu banyak anak-anak muda malu untuk memakai batik karena mungkin dianggap jadul dan ketinggalan model serta terkesan lebih tua. Namun sekarang banyak generasi muda yang bangga dengan memakai batik karena kelihatan keren.
Dilihat dari perkembangan batik yang ada, batik Tegal tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan batik Pekalongan, Jogja, Solo dan yang lainnya. Namun demikian batik Tegal tetaplah mengalami perkembangan dan menuju pada proses kemajuan yang lebih baik. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah & seluk-beluk batik Tegalan.
Berbagai literasi coba saya cari, tetapi mungkin karena faktor keterbatasan akses sumber data yang ada dan keterbatasan saya sendiri karena faktor kesibukan pekerjaan utama sebagai seorang buruh kontrak maka saya mohon maaf jika dalam tulisan saya ini kurang lengkap dan masih banyak yang harus dilengkapi dari berbagai referensi lain. Selain itu juga saya bukanlah seorang ahli sejarah, maka sekali lagi saya mohon maaf jika masih banyak kekurangan. Tetapi walaupun saya bukanlah seorang ahli sejarah, menurut subyektivitas saya kiranya akan sangat bagus jika ada penelitian tersendiri yang fokus pada sejarah dan perkembangan batik Tegalan yang nantinya bisa dijadikan referensi bagi generasi penerus untuk lebih mencintai budaya khususnya batik Tegalan.
Dalam tulisan ini saya hanya murni menggunakan referensi yang bersumber dari website atau blog yang berkaitan tentang batik. Saya tidak punya satu buku apapun yang berkaitan tentang batik apalagi batik Tegalan. Untuk itu saya secara pribadi mohon maaf kepada semuanya terlebih kepada yang memiliki tulisan-tulisan jika saya menggunakannya sebagai referensi. Bukan bermaksud untuk mengkooptasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), tetapi lebih kepada niat saya untuk mengenalkan batik Tegalan agar semakin dikenal oleh banyak orang. Tujuan yang lebih penting lagi adalah agar sebisa mungkin memberikan aksesibilitas pasar dan meningkatkan produktifitas para pengrajin batik Tegalan kepada khalayak umum di tengah-tengah arus globalisasi.
Baiklah sekarang mari kita mulai perjalanan wisata budaya kita ke masa lampau tentang sejarah batik Tegalan. Tetapi sebelum melihat sejarah batik Tegalan, mari kita tengok sejarah batik yang ada di Nusantara ini. Selamat menikmati perjalanan wisata budaya ini semoga dapat menemukan pengalaman yang mengasyikkan.


Etimologi
Kata
"batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".

Pengertian Batik
Walaupun banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian batik, namun mereka mempunyai tujuan yang sama dalam ungkapan yang berbeda-beda.
Disebutkan oleh Yudoseputro (2000 : 98) bahwa batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Selain itu, seorang ahli seni rupa mengemukakan bahwa seni batik merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang tinggi nilainya. Karena itu sudah selayaknya ditingkatkan dan dikembangkan (Widodo, 1983 : 1).
Adapun sebuah buku yang mengatakan bahwa batik adalah bahan sandang yang dibuat berupa tekstil untuk keperluan kelengkapan hidup sehari-hari. Tekstil yang dibuat dengan teknik atau proses batik untuk sandang tersebut, berupa kain penutup badan, hiasan rumah tangga, dan perlengkapan lain yang semuanya dimaksudkan untuk memperindah.

Ditinjau dari Sejarah Kebudayaan
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat kain batik (Widodo, 1983 : 2).

Ditinjau dari design batik dan proses “Loax-resist tehnique”
Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan bahwa : Telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Nara yang disebut “Ro-Kechr”, di China pada zaman dinasti T’ang, di Bangkok dan Turkestan Timur. Design batik dari daerah-daerah tersebut pada umumnya bermotif geometris, sedang batik Indonesia lebih banyak variasinya. Batik dari India Selatan (baru mulai dibuat tahun 1516 di Palekat dan Gujarat) Adalah sejenis kain batik lukisan lilin yang terkenal dengan nama batik Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncaknya pada abad 17-19.
Daerah-daerah di Indonesia yang tidak terpengaruh kebudayaan India, ada produksi batik pula, misalnya di Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan Sumatera. Tidak terdapat persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India. Misal : di India tidak terdapat tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta sawut.

Ditinjau dari sejarah
Baik Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta, mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau T’ang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, dan Wonogiri (Widodo, 1983 : 2-3).

Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman prasejarah dalam bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu. Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni Istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui dengan unsur-unsur baru (Yudaseputro, 2000 : 97).

Sejarah Batik Indonesia
Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.

Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Mohon maaf agak menyimpang dari topik pembahasan tetapi menarik bagi saya untuk dibahas di sini. Bahwa jika dilihat dari sejarah diatas, kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Sebagian mungkin ada yang mempertanyakan : “terus apakah ada yang salah dengan tulisan tersebut?” Yah, dalam hal ini saya tidak akan berbicara dalam konteks benar atau salah. Tetapi saya akan mengajak berjalan-jalan sebentar ke Negara-negara Eropa Barat, Amerika Utara dan Jepang.  Dimana pada saat yang sama saat masyarakat Inonesia baru mengenal batik (abad ke-XVIII - XIX), Negara-negara Eropa barat, Amerika Utara dan Jepang sedang terjadi Revolusi Industri secara besar-besaran antara tahun 1750 – 1850 di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi dan teknologi. Dapat dibayangkan begitu mencoloknya perbedaan yang terjadi di dunia barat dengan yang ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia pada saat itu masih berada dalam system social yang feodal, struktur sosial masyarakat yang agraris dengan memakai alat-alat yang bersifat tradisional. Sedangkan masyarakat di belahan dunia barat sudah beralih dari system feodal ke system masyarakat liberal, terjadi pergeseran dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry dimana sudah dapat membangun kapal dengan tenaga uap, rel kereta api, mesin pembakaran, pembangkit tenaga listrik, dll. Akibat dari revolusi industry yang terjadi di barat adalah adanya over produksi. Over produksi inilah yang kemudian menyebabkan adanya ekspansi pasar secara besar-besaran yang pada akhirnya muncul imperialisme kapitalisme dunia barat kepada dunia timur (Asia, Afrika dan Negara-negara berkembang lainnya termasuk salah satunya adalah Indonesia). Terbukti bahwa perusahaan dagang Hindia Timur Belanda (VOC) telah didirikan di Batavia pada tahun 1602 yang tujuan utamanya adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Oke, itu tadi sekilas sejarah yang terjadi di dunia barat dimana pada saat yang sama menunjukkan situasi yang sangat kontras dengan yang ada di Indonesia. Sekarang mari kembali ke permasalahan batik yang ada di Indonesia.

Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Klasifikasi batik :
Berdasarkan Cara Pembuatan
Batik Tulis
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Batik Cap
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
Batik Lukis
proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih Pakmun (bicara).

Berdasarkan Asal Pembuatan
Batik Jawa
Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.
Batik Tegal
Batik Tegalan didominasi warna coklat dan biru. Ciri khas lain batik Tegalan adalah berwarna-warni. Batik tulis Tegal atau Tegalan itu dapat dikenali dari corak gambar atau motif rengrengan besar atau melebar. Motif ini tak dimiliki daerah lain sehingga tampak eksklusif. Motifnya banyak mangadaptasi dari aneka flora dan fauna disekitar kehidupan masyarakat di kota Tegal. Motif Grudo (Garuda) dengan warna terang yang mempertontonkan bentuk-bentuk sayap burung garuda dan motif Gribigan dengan bentuk khas anyaman bambu dalam warna agak gelap. Budaya berpakaian batik di Tegal dibawa Raja Amangkurat I (Sunan Amangkurat Mas) dari Keraton Kasunanan Surakarta. Amangkurat yang saat itu menyusuri pantai utara membawa pengikutnya yang di antaranya perajin batik.
Batik Madura
Wilayah yang termasuk Provinsi Jawa Timur ini juga terkenal sebagai penghasil batik. Bahkan, produk batiknya memiliki ragam warna dan motif yang tidak kalah dengan produksi daerah lain. Maklum, batik Madura menggunakan pewarna alami sehingga warnanya cukup mencolok. Selain warna yang mencolok, seperti kuning, merah atau hijau, batik Madura juga memiliki perbendaharaan motif yang beragam. Misalnya, pucuk tombak, belah ketupat, dan rajut. Bahkan, ada sejumlah motif mengangkat aneka flora dan fauna yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
Batik Pacitan
Batik tulis khas pacitan tergolong jenis klasik seperti Motif Sidomulyo, Sekar Jagat, Semen Romodan Kembang-Kembang.
Batik Sidoarjo
Sidoarjo juga punya Kampoeng batik dengan nama Batik Jetis, Kampoeng ini memproduksi batik tulis dengan motif yang khas dari Sidoarjo. Motif kain batik asal Jetis didominasi flora dan fauna khas Sidoarjo yang memiliki warna-warna cerah, merah, hijau, kuning, dan hitam. Motifnya juga motif kuno, tidak banyak perubahan dari motif yang dulu dipakai oleh para pendahulu. Ada abangan dan ijo-ijoan (gaya Madura), motif beras kutah, motif krubutan (campur-campur) lalu ada motif burung merak, dan motif-motif lainnya.
Batik Banyuwangi
Tak banyak orang yang tahu, bahwa sejatinya Banyuwangi merupakan salah satu daerah asal batik di Nusantara. Banyak motif asli batik khas Bumi Blambangan. Namun hingga sekarang, baru 21 jenis motif batik asli Banyuwangi yang diakui secara nasional. Jenis-jenis batik Banyuwangi itu salah satunya antara lain: Gajah Oling; Kangkung Setingkes; Alas Kobong; Paras Gempal; Kopi Pecah, dan lain-lain.
Semua nama motif dari batik asli Bumi blambangan ini ternyata banyak dipengaruhi oleh kondisi alam. Misalnya, Batik Gajah Oling yang cukup dikenal itu, motifnya berupa hewan seperti belut yang ukurannya cukup besar. Motif Sembruk Cacing juga motifnya seperti cacing dan motif Gedegan juga kayak gedeg (anyaman bambu). Motif-motif batik yang ada ini merupakan cerminan kekayaan alam yang ada di Banyuwangi. Motif batik seperti di Banyuwangi ini tidak akan ditemui di daerah lain dan merupakan khas Banyuwangi.
Batik Mojokerto
Batik Mojokerto merupakan sebuah budaya kerajinan batik yang sejarahnya berkembang dengan masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Keunikan batik Mojokerto adalah pada nama-nama coraknya yang sangat asing dan aneh di telinga sebagian orang. Misalnya gedeg rubuh, matahari, mrico bolong, pring sedapur, grinsing, atau surya majapait. Batik Mojokerto kini memiliki 6 motif yang telah dipatenkan, yakni pring sedapur, mrico bolong, sisik gringsing, koro renteng, rawan indek dan matahari.
Desain batik itu Mojokerto mengambil corak alam sekitar kehidupan manusia. Misalnya motif pring sedapur merupakan gambar rumpun bambu dengan daun-daun menjuntai. Ada burung merak bertengger. Warna dasarnya putih dengan batang bambu warna biru. Sedangkan daunnya warna biru dan hitam. Demikian pula motif gedeg rubuh, coraknya mirip seperti anyaman bambu yang miring. Kalau mrico bolong, motifnya berupa bulatan merica berlubang.
Batik Ponorogo
Batik Ponorogo terkenal dengan motif meraknya yang diilhami dari kesenian reog yang menjadi ikon di daerah ini. Hingga kini paling tidak sudah 25 corak batik Ponorogo diciptakan. Motif batik lainnya antara lain merak tarung, merak romantis, sekar jagad, dan batik reog.
Nusa Tenggara
Daerah Nusa Tenggara juga memiliki batik dengan motif khasnya sendiri. Contohnya adalah batik Sasambo (Sasak Samawa Mbojo) yang dijadikan sebagai pakaian batik resmi lokal NTB. Di NTT, juga terdapat batik. Bahkan setiap pulaunya bisa menghasilkan batik dengan keunikan masing-masing. Pulau Sumba misalnya batik tenunnya khas dengan motif hewan. Pulau Rote khas dengan motif daunnya.
Batik Tulungagung
Pesona batik Tulungagung terletak pada tingkat keberanian memadukan warna untuk menghasilkan batik dengan warna yang berbeda. Dari yang kebanyakan berwarna coklat maupun hitam, kini lebih berani dengan memainkan warna yang lebih cerah. Beberapa motif yang paling banyak dibuat di Tulungagung antara lain “buket ceprik gringsing”,”buket ceprik pacit ungker”, serta “lereng buket”. Ketiga motif tersebut merupakan satu di antara 86 motif yang dimiliki para perajin di Tulungagung.
Batik Tulungagung, Jawa Timur yang juga dikenal dengan Barong Gung, kini mulai dilirik pengusaha timur tengah. Adalah pengusaha asal Arab Saudi Talal Omar Al Yafee yang berniat memasarkan Barong Gung ke tanah kelahirannya.
Batik Kalimantan
Selama ini yang terkenal hanyalah motif Batik dari pulau Jawa. padahal Kalimantan juga memiliki motif yang tak kalah menarik dan khas. Bila kain Batik Kalimatan Selatan terkenal dengan nama kain Sasirangan, kain batik Kalimantan Tengah terkenal dengan nama Batik Benang Bintik-nya. Motifnya pun variatif dengan warna-warna yang memanjakan selera. Motif yang umum adalah Batang Garing (simbol batang kehidupan bagi masyarakat Dayak), Mandau (senjata khas suku Dayak), Burung Enggang/Tingang (Elang Kalimantan), dan Balanga. Warnanya lebih berani seperti shocking pink, hijau stabilo, merah terang, oranye, dan masih banyak lagi.
Batik Sulawesi
Sulawesi juga memiliki motif batik yang beraneka ragama. Sebagai contoh, batik Sulawesi Selatan memiliki motif-motif seperti Toraja, Bugis dan Makassar. Batik Sulawesi Selatan umumnya menggunakan teknik pembuatan yang sama dengan batik Jawa, namun tetap memiliki kekhasan sendiri. Sedangkan di Sulawesi Tengah rata rata mendatangkan bahan baku tekstil batik dari Jawa, namun pembuatan motifnya dilakukan oleh masyarakat pengrajin batik di Sulawesi Tengah tepatnya di kota Palu dan motifnya sesuai dengan ciri khas motif lokal Palu. Motif yang digunakan batik-batik di Sulawesi Tengah kebanyakan menggambarkan motif burung maleo, motif bunga merayap, motif resplang, motif ventilasi dan motif ukiran rumah adat Kaili ataupun motif bunga dan buah cengkeh.
Batik Papua
Jangan salah, Papua juga memiliki batik dengan motif-motifnya yang khas dan banyak diminati lokal maupun mancanegara. Dibandingkan dengan corak batik dari daerah lainnya di Jawa, batik Papua memiliki perbedaan corak yang cukup mencolok. Batik dari daerah ini cenderung lebih gelap namun banyak memiliki motif yang terdiri dari gambaran patung.
Batik di Papua selama ini yang paling terkenal adalah batik motif Asmat. Warnanya lebih cokelat dengan kolaborasi warna tanah dan terakota. Soal pemilihan motif batik Papua banyak menggunakan simbol-simbol keramat dan ukiran khas Papua. Cecak atau buaya adalah salah satunya,selain tentu lingkaran-lingkaran besar.Bahannya macam-macam disesuaikan dengan permintaan pasar.
Batik Bali
Di Bali, industri kerajinan batik dimulai sekitar dekade 1970-an. Industri tersebut dipelopori antara lain oleh Pande Ketut Krisna dari Banjar Tegeha, Desa Batubulan, Sukawati – Gianyar, dengan teknik tenun-cap menggunakan alat tenun manual yang dikenal dengan sebutan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Kerapnya orang Bali mengenakan batik untuk berupacara –sebagai bahan kain maupun udeng (ikat kepala), mendorong industri batik di pulau ini terus berkembang dang maju. Kini di Bali telah tumbuh puluhan industri Batik yang menampilkan corak-corak khas Bali, juga corak-corak perpaduan Bali dengan luar Bali seperti Bali-Papua, Bali-Pekalongan, dan lain-lain.
Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.






Sejarah Batik Tegal
Sejarah dan Sentra Batik Tulis Batik Tegal. Asal-usul batik tegal tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Mataram, yaitu sejak munculnya budaya berpakaian batik yang dibawa Raja Amangkurat I (Sunan Amangkurat Mas dari Keraton Kasunanan Surakarta) ketika dalam pelarian ke Tegal Arum. Amangkurat yang saat itu menyusuri pantai utara, membawa pengikut yang diantaranya perajin batik. Perkembangan batik tulis tegal kemudian lebih berkembang di tangan R. A. Kardinah sebagai isteri Bupati Tegal, R. M. Sajitno Reksonegoro IX yang menjabat tahun 1908-1936. Pada tahun 1914, Kardinah mendirikan sekolah putri Wisma Pranawa, orang biasa menyebutnya “Sekolah Kepandaian Putri” dimana salah satu mata pelajaran dalam kurikulum mengajarkan cara membatik. Dari sini batik tulis tegal menjadi lebih berkembang di masyarakat, sehingga menjadi produk rakyat (Untung : 2009).

Di dalam sekolah tersebut, Kardinah selain memberi pelajaran setara dengan Sekolah Pribumi Kelas Dua pada masa pemerintah Belanda, juga memberi pelajaran praktik membatik. Ada fasilitas untuk membatik seperti gudang dan los untuk penyelesaian hasil-hasil pembatikan dengan soga (warna merah untuk batik) dan wedel (warna hitam untuk batik).
Kota-kota yang kita ketahui sebagai penghasil batik di Jawa telah banyak diketahui masyarakat secara luas, baik corak maupun motifnya. Karena itu kita sering luput mengamati kebudayaan daerah-daerah lain yang juga memiliki kreativitas dalam seni membatik. Tegal merupakan salah satu contoh kota penghasil batik yang cukup menarik untuk dikaji. Bukan saja motif dan coraknya yang berbeda dari batik kota-kota lain, namun prilaku pembatik juga cukup menarik.
Mereka membuat batik hanya untuk kebutuhan keluarga, terutama bila akan mempunyai hajat seperti perkawinan dan sunatan. Batik merupakan sumbangan yang berharga bagi acara-acara penting dalam keluarga. Mereka secara tidak sadar memosisikan batik sebagai hasil karya seni yang nilainya tidak terukur. Kondisi ini dapat disaksikan di daerah-daerah perajin batik seperti Kalinyamat Wetan dan kelurahan Bandung Kecamatan Tegal Selatan.
Mirip Motif Keraton Walupun perkembangan batik Tegal berawal dari apa yang dilakukan pengawal raja Mataram Amangkurat Pertama yang mengungsi ke Tegal. Ini yang barangkali mengapa motif batik Tegal mirip dengan batik keraton yakni didominasi warna hijau dan kecokelatan.
Namun perkembangan berikutnya, para pembatik di kota ini, memberi motif batik dari flora dan fauna. Para pembatik berekspresi tanpa beban makna dan kegunaan. Perubahan corak, motif, dan dominasi warna batik Tegal tidak lepas dari pengaruh Kardinah.
Warna batik Tegal pertama kali sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Motif-motif batik Tegal, mempunyai kekhasan, berbeda dengan daerah lain, sesuai dengan kondisi lingkungan si pembuatnya. Motifnya lebih bersifat ekspresi pembatiknya dalam merespons lingkungan, atau alam sekitar, flora dan fauna.
Di Tegal kita mengenal motif dapur ngebul, gribikan, cempaka putih, gruda (garuda), kawung, tapak kebo, semut runtung, sawatan, tumbar bolong, kawung, blarak sempal, kuku macan, beras mawur, ukel, batu pecah, kotakan, cecek awe, tambangan, grandilan, sawo rembet, buntoro, karung jenggot, kopi pecah, corak daun teh, poci, benang pedhot, mayang jambe dan corak lainnya.
Walaupun secara geografis Tegal lebih dekat dengan Cirebon atau Pekalongan, tetapi motif-motif batik Tegal lebih ada kemiripan dengan batik Lasem, daerah yang tidak jauh dari tempat kelahiran Kardinah (Jepara). Batik Lasem dikenal dengan warna merahnya yang khas, seperti warna merah darah, dan tidak bisa ditiru perajin batik kota lain. Motif batik Lasem yang mirip dengan batik Tegal yaitu  motif ‘’bunga batu pecah’’. Baik motif, corak, warna maupun isen-isen-nya hampir sama dengan batik Tegal motif ‘’tumbar bolong’’. Motif flora dan fauna Lasem mirip dengan batik Tegal, terutama pada isen-isen-nya.
Batik sangat dipengaruhi oleh pembuatanya, demikian pula Kardinah, dia lebih suka warna soga dan hitam, dan itulah yang kemudian dibawa ke Tegal, sehingga walupun batik Kardinah ‘’diilhami’’ oleh batik Lasem, namun yang dikembangkan di Tegal berbeda dari batik Lasem. Pada 1908 Kardinah pindah ke Tegal karena mengikuti suaminya, Bupati Reksonegoro.
Sejak tahun itu pula Kardinah mengajari membatik bagi anak-anak wanita di lingkungan pendopo. Kebiasaan Kardinah membatik dilakukan sejak kecil. Bersama kakak-kakaknya, Kartini dan Roekmini. Kardinah sering membatik  di serambi belakang kabupaten Jepara.
Mereka bertiga yang dikenal sebagai Tiga Serangkai ini memiliki kegemaran memakai kain batik hasil buatan sendiri. Dalam buku hariannya tertanggal ‘’Depok, September 1900’’ Dr N Andrian, seorang Indolog menulis tentang pertemuannya dengan Kartini, Kardinah dan Roekmini di Batavia, antara lain, bahwa mereka bertiga sama: berkebaya sutra putih berbunga-bunga jambu, berkonde dan berkalung emas tipis pada leher mereka, yang membuat mereka menjadi begitu cantik, dan ketiga-tiganya mengenakan sarung batik indah, buatan sendiri, bernawarna cokelat memikat (Surat, 6 November 1899, kepada Estella Zeehandelaar).
Buatan Sendiri Kardinah demikian pula kakak-kakaknya Kartini dan Roekmini, sebenarnya secara praktis telah tinggalkan kebangsawanannya, dan menjadi pekerja biasa di dalam kabupaten: membatik, mengurus kebun, menjadi koki, merawat keluarga yang sakit, dan sebagainya pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan oleh anggota-angota keluarga bangsawan tinggi.
Kardinah dan saudari-saudarinya selalu mengenakan sarung batik buatan sendiri, bukan karena dengan demikian ia bisa pamer secara murah tentang kecakapannya membatik, tetapi dan terutama sekali untuk membanggakan keunggulan seni rakyat pribumi yang sejauh itu belum dikenal dan belum ditandingi oleh negeri manapun. Kebanggaan itulah yang kemudian ditularkan kepada masyarakat Tegal lewat  sekolah Wismo Pranowo.
Upaya Kardinah dalam memperkenalkan hasil karya batik anak-anak didiknya bukan saja untuk dipakai sendiri tetapi juga dipamerkan.  Tiap tahun suaminya bersama dengan guru-guru Wismo Pranowo menyelenggarakan pasar malam di alun-alun Tegal. Bersama dengan Perkumpulan Kesenian Hindia cabang Tegal mengadakan pameran di Pekalongan dan Cirebon (Surat-surat Adik RA Kartini, Frits GP Jaquet 2005: 273).
Batik Tegal sudah berabad lamanya dikenal di kota-kota besar di Indonesia. Pengenalan batik Tegal tidak lepas dari perjuangan Kardinah. Bersama kakaknya, Kartini dan Roekmini, Kardinah berupaya meningkatkan derajat dan peradaban rakyat Indonesia.
Pikiran-pikiran dan kegiatan Tiga Serangkai ini mengilhami pergerakan nasional yang ditandai dengan berdiri Budi Utomo pada 1908. Sebelum ikrar Sumpah Pemuda 1928, mereka juga telah menggalang persatuan dalam ‘’perkumpulan’’ Jong Java. (35)
— Yono Daryono, aktivis budaya, tinggal di Tegal

Klasifikasi Batik Tegal berdasarkan asal pembuatan / pengrajin :
a.      Batik lor              :
Batik bengle (Motif kembar segitiga, tutul kepyur, kecubung, kacang kacangan), batik pasangan (Motif kombinasi, burung merpati, gribikan, gedong kosong, dan pulau seribu), serta batik pesisiran di Kabupaten dan Kota Tegal lainnya kecuali batik tegal wangi.
Batik lor memiliki komposisi warna yang beragam, sehingga batik ini dapat digolongkan ke dalam batik corak pesisiran. Para perajin batik daerah ini, berusaha membuat kain batik dengan motif dengan menyesuaikan selera konsumen. Sehingga hal ini menyebabkan batik lor lebih berkembang dari batik kidul.

b.     Batik kidul           :
Batik dukuh salam, batik pangkah (Motif sido lungguh, putihan rama, ukel als rama, pisang bali putih, ukel cantel ringket), batik tegal wangi (Motif putih merakan, sido mukti, ukel godongan) dan batik pagianten (Motif kopi pecah, parang angkrik, beras mawur).
Batik kidul lebih dikenal dengan corak warnanya yang khas, yakni menggunakan warna putih, coklat dan hitam. Inilah yang menjadi ciri khas batik kidul. Corak ini mirip dengan corak asli dari keraton.
Rata-rata perajin batik kidul enggan untuk membuat batik dengan corak warna lain karena dinilai bukan merupakan ciri khas dari daerah mereka. Selain itu, mereka juga saat ini belum dapat memproduksi batik dengan corak yang warna-warni, hal ini disebabkan karena mereka belum mahir melakukan ‘proses colet’ yang mana akan membuat keragaman warna dari kain batik itu sendiri.

Kemudian ada motif batik yang lain diantaranya Motif ambringan, belah ketupat, beras mawur, buntut bajing, dlorongan, alimahan, gedong kosong, glodahan, grandilan, kepyuran, lambangan, kitiran, pring-pringan, tambangan, dan lainnya.
Sumber :

Secara umum motif Batik Tegal dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.      Motif Klasik
-       Motif irengan :
Yaitu motif yang menggunakan warna coklat, biru dan hitam. Sementara gambar motifnya adalah cempaka putih, cempaka mulya, semut runtung, ukel pyur, putihan, sawat candra atau sawat ireng, gibrikan, jahe – jahenan, kawung melinjo, kawung endog, buntat, manggaran, sidomukti putihan, sidomukti ukel, ukel wit – witan, udan liris, kecubung, welut gumbel, rujak sente, parang angkik, parang, dan motif kopi pecah.
-       Motif Bangjo   :
Motif Bangjo yang lebih menggunakan warna merah, kuning, coklat, biru dan hijau. Untuk gambar motifnya adalah semut runtung, beras mawur, cecek kawe, unian, sokaraja, blarakan, tumbar bolong, tambangan, buntut bajing, galaran, kopi pecah, kawung jenggot, jamblangan, dan motif wadas gempal.

b.     Motif Pengembangan
Motif batik pengembangan ini dipengaruhi oleh daerah lain, tetapi dari masih mempertahankan pakem-pakem yang ada seperti motif khas flora – fauna
Motif pengembangan antara lain : kembang kertas, kawung melinjo, kawung ece, gedong kosong, manuk emprit, manuk surwiti, sotong, cecek ngawe, blarak saleret, kembang pacar, kipas – kipasan, manggaran, mayang jambe, galaran, grandil, semut runtung, beras wutah, semut runtung, dan motif kawung kecik.

Sungguh perjalanan wisata budaya masa lampau yang sangat luar biasa bagi saya. Semoga pengalaman saya ini dapat membangun motivasi bagi diri saya untuk lebih mencintai budaya kita sendiri. Anda tertarik untuk berwisata dengan saya? Ikuti perjalanan wisata saya selanjutnya pada masalah motif dan makna filosofis yang terkandung didalamnya. Semoga bermanfaat. Salam…


Kenalkan PRODUKMU pada DUNIA
Maka DUNIA akan mengenal PRODUKMU

Ingin pasarkan PRODUKMU…?
Ingin iklan GRATIS…?
Kontrak Iklan SELAMANYA…?

Kirimkan artikel produkmu di
Melalui email :

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar